Seandainya dulu aku
tak bertemu denganmu
Seandainya aku tak
jatuh hati padamu
Seandainya sejak dulu
kau nyatakan padaku
Seandainya kau tak
memberiku kesempatan untuk memilikimu
Seandainya kita tak
terpisahkan oleh jarak
Seandainya kita tak
berpisah
Ya
tuhan, aku hanya bisa berandai-andai. Apa aku ini hidup dalam sebuah
angan-angan??. Ya, saat ini aku hanya bisa berkata seandainya dan seandainya.
Sekarang aku menjadi benci mendengar kata “seandainya”, kata yang membodohiku.
Kata yang membuatku mengingat kembali ke masa lalu. Namun sekarang otakku masih
dipenuhi oleh kata “seandainya”. Sepertinya kata itu membuatku semakin muak.
Bagaimana tidak, kata itu seperti sebuah racun. Kata “seandainya” membuatku
berlagak seperti orang tak berdaya. Aku hanya bisa menyesali masa lalu. Padahal
seringkali aku berkata padamu bahwa penyesalan selalu datang terakhir. Dan itu
pula yang aku rasakan sekarang. Sepertinya kita tidak perlu mencamkan lagi kata
“seandainya”. Karena hal itu hanya bisa membuat kita melihat masa lalu.
Terlepas
dari kata “seandainya” sesungguhnya aku memang tidak benar-benar menyesali apa
yang telah terjadi. Keyakinanku bahwa semua yang terjadi adalah rencana tuhan
sedikit membawa angin segar bagiku. Setidaknya memberiku sedikit ruang untuk
bernafas lega. Namun, ada satu pertanyaanku padamu. Apakah kau menyesal pernah
bersamaku?. Aku tak ingin mendengar jawabanmu jika kau berkata “iya”. Kau tak
berbeda dengan kata “seandainya” yang membuatku larut dalam perasaan yang tak
menentu.
Aku
sadar akan satu hal setelah apa yang terjadi antara aku dan dirimu. Manusia
memang hanya bisa berharap tapi tuhan yang berkehendak. Ya, lagi-lagi aku
membawa nama tuhan diantara cerita kita. Padahal apa yang telah aku lakukan
adalah pilihanku. Lalu, bagaimana aku harus menyikapinya??. Apa aku harus
kembali mengulang perkataanku “seandainya saja..”. Sekarang memang sudah
terlambat jika aku menyesalinya. Semuanya akan terasa percuma. Hati ini sudah
terlanjur sakit. Luka sudah tergores jelas bahkan belum sepenuhnya hilang. Air
mata pun tak hentinya keluar. Pikiranku, perasaanku, rinduku semua tercurahkan
kepadamu.
Kini
aku akan mencoba memperbaikinya. Meskipun aku harus merangkak terlebih dahulu
karena tak sanggup kuberdiri tegap. Aku akan menghapus kata “seandainya” dalam
otakku. Kata yang menjeratku bersama kenanganmu. Ceritaku bersamamu, cerita kita
akan selalu ada dan tak akan mungkin terhapus. Waktu yang berlalu memang tak
akan mungkin kembali, tetapi yang telah terjadi kemarin dapat terulang dihari
esok. Dan aku harap cerita indah kita akan terulang suatu saat nanti dimasa
depan. Sehingga tak akan ada lagi kata “seandainya” didalam cerita kita.
Untuk seseorang yang selalu menghuni
pikiranku.
With the rain,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar