Dengan naskah yang juga ditulis oleh Jose Poernomo, Oo Nina Bobo berkisah mengenai
Karina (Revalina S. Temat) yang sedang berusaha untuk menyelesaikan program
pendidikan pascasarjana-nya di bidang Psikologi. Untuk menyelesaikan tesis
akhirnya, Karina mencoba untuk membuktikan sebuah teori bahwa seseorang yang
menderita trauma akan mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat jika
langsung dihadapkan dengan hal yang membuatnya trauma. Karina lantas menemukan
sebuah obyek penelitian yang tepat dalam diri Ryan (Firman Ferdiansyah),
seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang menjadi satu-satunya korban
selamat dalam sebuah tragedi yang menewaskan ayah (Agung Maulana), ibu (Mega
Carefansa) dan adiknya, Lala (Zaskia Riyanti Maizuri), di rumah mereka lima
tahun lalu. Atas izin para dosennya, Karina lantas mambawa kembali Ryan untuk
tinggal di rumahnya selama dua minggu dan mengawasi bagaimana reaksi Ryan
terhadap lingkungan yang amat ditakutinya tersebut.
Bersama dengan sahabatnya, Bams (Daniel Topan),
Karina memberikan pengawasan ketat terhadap Ryan. Sayang, kemajuan yang dialami
anak laki-laki tersebut berjalan begitu lamban. Secara tidak sengaja, Karina
kemudian menemukan sebuah catatan dari dokter Ryan yang mengungkapkan bahwa
Ryan dilarang untuk mendengarkan lagu tradisional Nina Bobo yang dianggap dapat memicu berbagai
kenangan buruknya. Penasaran dengan reaksi Ryan, Karina lantas menyanyikan lagu
tersebut di suatu malam menjelang Ryan akan tidur. Tidak disangka, berbagai
kejadian aneh mulai mengikuti kehidupan Karina dan Ryan di rumah tersebut.
Kejadian aneh yang dahulu menggoreskan memori buruk pada Ryan dan sekarang
kembali hadir untuk mengganggu kehidupannya.
Sayangnya, terlepas dari premis yang cukup menjanjikan – well… jika premis mengenai
sebuah lagu tradisional mampu membangkitkan hal-hal mistis terdengar menarik
untuk Anda, sama sekali tidak ada yang bekerja dengan baik dalam presentasi
cerita Oo Nina Bobo. Permasalahan
utama jelas berada pada penggarapan naskah cerita film ini. Meskipun tidak lagi
menggunakan sebuah lokasi bernuansa mistis nan legendaris seperti di film Rumah Kentang (2012), KM 97 (2013) dan 308 (2013) yang pernah digarapnya terdahulu,
Jose Poernomo jelas masih menggunakan formula yang sama dalam penceritaan Oo Nina Bobo: sebuah formula
horor atmosferik yang berusaha memberikan kejutan horor dengan menggali kemisteriusan
sebuah lokasi tunggal. Usaha Jose dalam menakut-nakuti penontonnya sendiri
dilakukan dengan menggunakan efek audio yang (maunya) mencekam. Setiap kali
karakter misterius dalam jalan penceritaan film datang untuk menghantui
karakter-karakter utamanya maka Oo
Nina Bobo lantas akan dihadirkan dengan tata musik a la Inception (2010) milik Hans Zimmer yang mungkin
dilakukan untuk memberikan shock
theraphy pada penonton. Mungkin memang dapat mengejutkan ketika
dihadirkan beberapa kali. Namun ketika teknik tersebut terus menerus disajikan
ketika sang karakter misterius datang (baca: hampir di setiap adegan semenjak
paruh kedua penceritaan) maka teknik tersebut akhirnya justru terasa begitu
sangat, sangat mengganggu.
Formula yang mulai terasa usang tersebut semakin diperburuk
dengan ketidakmampuan Jose dalam menghadirkan jalinan cerita dan karakter yang
layak untuk diikuti kisahnya. Jose sepertinya tidak ingin repot dalam
memberikan penggalian latar belakang kisah yang ingin ia sajikan. Cerita
berjalan begitu saja diiringi dengan deretan dialog yang terdengar konyol tanpa
pernah mampu berhasil untuk menangkap perhatian penonton. Tidak hanya dari
susunan cerita, karakter-karakter yang disajikan juga sama dangkalnya. Sosok
Karina yang digambarkan sebagai seorang mahasiswi pascasarjana jelas terkesan
hanya sebagai latar belakang tempelan belaka karena Jose tidak mampu memberikan
penggambaran yang kuat mengenai latar belakang tersebut. Begitu juga dengan
karakter Ryan yang di sepanjang film hanya digambarkan sebagai sosok karakter
pasif namun kemudian secara tiba-tiba berubah menjadi sosok yang mampu menjalin
hubungan dengan karakter Karina di paruh akhir penceritaan film. Sama sekali
tidak menarik.
Dengan karakter yang begitu dangkal jelas Revalina S. Temat –
yang sebenarnya adalah aktris yang cukup dapat diandalkan ketika berada dalam
arahan dan memerankan karakter yang tepat – terasa sia-sia kehadirannya. Chemistry yang ia jalin dengan
aktor muda Firman Ferdiansyah – yang masih sering terlihat kaku di banyak
adegan – juga terasa begitu minim. Hal inilah yang membuat hubungan antara
kedua karakter tidak pernah benar-benar terasa meyakinkan di sepanjang
penceritaan film. Yang cukup mengganggu jelas adalah karakter Bams yang
diperankan oleh Daniel Topan. Kehadiran karakter Bams sebenarnya jelas adalah
untuk memberikan sentuhan komedi pada jalan cerita Oo Nina Bobo. Namun dialog, guyonan dan karakter Bams
sendiri begitu dangkal sehingga lebih sering tampil mengganggu daripada
memberikan unsur hiburan.
Kegemaran Jose Poernomo untuk melakukan eksplorasi dalam
film-film yang beralur supranatural jelas terasa tidak diiringi dengan
kemauannya dalam meningkatkan kualitas penulisan naskah cerita dan karakternya.
Oo Nina Bobo yang
memiliki premis menarik dan cukup segar gagal untuk tampil kuat dalam bercerita
berkat dangkalnya penggalian cerita dan karakter yang disajikan oleh Jose.
Teknik menakut-nakuti yang terkesan terlalu berpaku pada kejutan yang diberikan
pada pengolahan tata musik mencekam juga akhirnya justru berbalik arah ketika
dihadirkan terlalu sering dan menghasilkan sebuah presentasi musik yang begitu
mengganggu. Buruk dalam standar karya Jose Poernomo mungkin masih berada di
atas kualitas kebanyakan film-film horor murahan yang banyak dirilis oleh
pelaku industri film Indonesia. Namun tetap saja, Oo Nina Bobo hadir dalam presentasi yang sangat
lemah dari berbagai sisi pengisahannya.
Directed by Jose Poernomo
Produced by Gope T. Samtani Written by Jose Poernomo Starring Revalina S Temat,
Firman Ferdiansyah, Daniel Topan, Mega Carefansa, Agung Maulana, Sinyo Syamsul
Rizal, Zaskia Riyanti Maizuri, Herry Noegroho Music by David Poernomo Cinematography Jose
Poernomo Editing by
Jose Poernomo Studio
Rapi Films Running time
88 minutes Country Indonesia Language Indonesian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar