Purbalingga, kota
Kabupaten berhawa sejuk di wilayah eks Karesidenan Banyumas selama ini
mungkin dikenal luas sebagai sentra penghasil bulu mata palsu dan
knalpot nomor 1 di Indonesia. Namun geliat pembangunan di Purbalingga
selama 1 dekade terakhir rupanya telah melahirkan beberapa citra diri
baru tentang kota ini. Mulai dari kota Adipura hingga destinasi utama di
Jawa Tengah. Salah obyek wisata yang terkenal dan ramai dikunjungi
wisatawan adalah Owabong. Namun sesungguhnya bukan hanya Owabong yang
pantas menjadi ikon wisata Purbalingga. Tak jauh dari Owabong ada sebuah
taman luas membentang.
Dengan latar
belakang Gunung Slamet, Taman Sanggaluri (Sanggaluri Park) tampak cantik
di tengah hamparan sawah pedesaan Kutasari. Taman Sanggaluri adalah
obyek wisata terpadu yang mengusung konsep edukasi sekaligus rekreasi
alam. Berjarak 10 menit dari obyek wisata Owabong dan Desa Wisata
Karangbanjar atau 30 menit dari pusat kota Purbalingga, Taman Sanggaluri
membuat saya kagum saat berkunjung ke sana pekan lalu. Bahkan demi
memenuhi rasa ingin tahu, saya sekeluarga sengaja melewatkan Owabong
untuk tak kami kunjungi.
Tiba sekitar
pukul 11.00 WIB, kami langsung menebus 5 lembar tiket yang pada saat
musim lebaran kemarin dihargai Rp. 12.000/tiket. Menurut informasi harga
tiket di hari normal adalah Rp.10.000/tiket.
Rekreasi pun
dimulai. Melewati pintu pemeriksaan tiket pengunjung langsung memasuki
ruangan luas berisi rak dan lemari kaca yang menyimpan ribuan spesimen
serangga dan reptil. Sebagian adalah spesimen awetan namun banyak juga
yang berupa spesimen hidup dari kelompok hewan Reptil.
Warna-warni
kupu-kupu dipajang unik di beberapa lemari kaca. Ada juga yang dipasang
menghiasi peta Indonesia menunjukkan daerah asal kupu-kupu ditemukan.
Sementara kelompok kumbang ditata dalam beragam bentuk yang menarik.
Pemasangan spesimen-spesimen yang diletakkan tegak di dinding dan lemari
membuat pengunjung bisa dengan mudah mengamati dan berfoto bersama
spesimen-spesimen tersebut.
Bagaimana
dengan koleksi lainnya ?. Beragam jenis ular dan kadal juga dapat
disaksikan di beberapa kandang. Tak hanya bisa menyaksikan dari balik
kandang, para pengunjung juga bisa berfoto gratis bersama buaya dan
ular, tentu saja dengan didampingi para petugas dan pawang.
Semua
spesimen di sini dilengkapi papan informasi nama dan karakternya. Namun
sayang penulisan nama spesimen-spesimen di Taman Sanggaluri masih banyak
yang salah dan tidak konsisten secara ilmiah.
Melewati
taman serangga dan reptil, pengunjung akan diarahkan ke taman yang
sesungguhnya. Sebuah hamparan hijau membentang luas dengan beberapa
bangunan berkonsep modern yang tampak menyatu dengan konsep alam secara
keseluruhan. Jalan-jalan setapak yang menghubungkan beberapa bangunan
dan gazebo juga membawa pengunjung menikmati kebun buah. Jika cuaca
cerah, dari sini pengunjung dapat menyaksikan agungnya Gunung Slamet
yang memang berada di bentang alam Purbalingga.
Di dalam
taman terdapat 3 museum yang bisa dikunjungi tanpa perlu membeli tiket
lagi yakni Museum Uang, Musem Wayang dan Artefak, Rumah Prestasi dan
Peraga Iptek.
Memasuki
Museum Uang, saya kagum dengan koleksinya. Tak hanya ada koleksi uang
Republik Indonesia dari masa ke masa, dari yang paling kuno hingga yang
berlaku saat ini, namun juga dilengkapi informasi yang membuat
pengunjung bisa merunut perkembangannya. Ada koleksi uang yang berlaku
di Indonesia pada masa penjajahan mulai dari penjajajah Belanda hingga
Jepang. Di sini saya juga akhirnya tahu kalau mata uang Spanyol sempat
jadi alat tukar di Indonesia semasa penjajahan dulu.
Apa hanya
mata uang Indonesia ?. Tidak. Koleksi mata uang dari hampir seluruh
negara di dunia ternyata ada di sini. Mulai dari negara-negara Asia,
Eropa hingga Afrika. Maka di sinipun pengunjung bisa melihat seperti apa
uang Won Korea, Euro dan sebagainya. Tak cuma uang kertas, uang logam
pun ada. Semua ditata dengan baik dengan keterangan yang cukup
informatif. Di Museum Uang ini juga terdapat koleksi perangko dari
berbagai negara untuk memuaskan penggemar filateli.
Puas di
Museum Uang, saya menuju Rumah Prestasi dan Peraga Iptek yang terletak
persis di sampingnya. Di sini pengunjung dapat mengamati dan memainkan
beberapa alat peraga ilmiah. Sayang beberapa alat tampak sudah mulai
rusak dan waktu saya berkunjung tidak tampak ada pemandu yang
menjelaskan prinsip kerja alat-alat peraga tersebut. Padahal keberadaan
pemandu dan petugas keamanan mutlak diperlukan di wahana seperti ini.
Setelah
selesai di Museum Uang dan Rumah Prestasi sayapun berjalan melintasi
jalan setapak menuju museum Wayang dan Artefak yang terletak jauh di
tepi taman. Namun perjalanan menuju ke sana tak membosankan karena
melewati kebun buah-buahan dan tentu saja pemandangan Gunung Slamet yang
menawan. Tapi sekali lagi di kebun buah saya mendapati kesalahan dalam
penulisan nama ilmiah . Sebuah hal yang sangat disayangkan untuk obyek
wisata yang mengusung konsep edukasi.
Tiba di
museum wayang saya terkagum dengan bentuk luar bangunannya. Sementara di
dalam pengunjung bisa menjumpai beragam jenis koleksi wayang yang
ditata dalam lemari-lemari kaca. Ada juga pakaian tradisional
Purbalingga dan yang paling mencolok adalah koleksi wayang kulit dengan
seperangkat alat untuk mengiringi pertunjukkannya. Namun lagi-lagi
sangat disayangkan di sini tak dijumpai pemandu dan petugas museum.
Entah apakah memang tidak disediakan atau mereka masih libur pasca
lebaran.
2 jam
berkeliling mengunjungi tiga museum kami lalu menuju kantin Waroeng
Kebon Sanggaluri yang terletak di dalam area taman. Sepanjang jalan
menuju ke sana ada beberapa wahana permainan untuk anak dan dewasa.
Berbeda dengan tiga museum, untuk menikmati permainan ini pengunjung
harus membeli kupon. Tiba di kantin kami memesan makanan, minuman dan es
krim. Meski warung ini berukuran kecil dengan hanya beberapa set meja
kursi, namun tak usah khawatir, di sekitarnya terdapat beberapa gazebo
dan pendopo yang cukup teduh. Pelayan kantin akan mengantar pesanan kita
ke sana. Harganya ?. Ini yang membuat saya agak terkejut karena harga
makanan di sini ternyata cukup murah dan enak untuk ukuran sebuah obyek
wisata yang biasanya mahal dan hambar. Hanya sekitar Rp. 70.000 untuk
kami berlima menikmati santap siang di sini.
Akhirnya
perjalanan kami di Taman Sanggaluri tuntas setelah hampir 4 jam. Dengan
beberapa kekurangannya, Taman Sanggaluri saya rasa cukup menarik. Spot
wisatanya yang variatif dan tertata serta kebersihan yang terjaga
membuat tempat ini tak membosankan untuk disinggahi berjam-jam. Namun
demikian pengembangan dan perbaikan di beberapa hal perlu segera
dilakukan agar Taman Sanggaluri semakin baik lagi sebagai obyek wisata
edukasi yang terpadu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar