Lelah.....
Jika nyatanya yang kulakukan adalah percuma.
Lelah.....
Jika ternyata semua perasaan ini adalah maya.
Lelah.....
Jika akhirnya segalanya tak pernah ada.
Jika tau.. apa bisa?
Merubah jalan hidup yang memang sudah menjadi takdir.
Setelah itu.. apa mungkin?
Membuat segalanya terlihat begitu mudah.
Selain itu.. apa dapat?
Segala rasa yang tercipta tetap ada sampai akhirnya kematian tiba dihadapannya,
dan menjemputnya kembali menghadap yang maha kuasa.
Sebenarnya aku ragu..
Ragu mengiyakan tiap janji yang dia berikan.
Sesungguhnya aku takut..
Takut akan perginya menghancurkan sebagian dari hidupku,
dan merampas sebagian napas yang kumiliki.
Semestinya.. segala rasaku ini..
Tak kurasa jika benar dia tetap akan bersamaku sapai akhir hayatku nanti.
Kau ciptakan dia..
Buat dia istimewa dimataku.
Buat dia indah dalam bayang pikiranku.
Dan kemudian kau rampas sebagai pengganti kekecewaanmu pada yang lain.
Adil...
Adilkah yang kau lakukan ini?.
Kau buat hati ini tersayat sakit.
Kau hancurkan senti demi senti tulang dalam tubuh ini.
Kau renggut hati tak berdosa yang baru saja merasakan cinta.
Adilkah ini?
Kau pikir.. aku rela melihatnya?
Merasakan patahnya dan hancurnya tubuh tak berdayaku.
Merasakan hancurnya hati yang mulai kau renggut dari tubuhku.
Apa bisa?
Kau kembalikan..
Kembalikan semua yang kau rampas dari diriku.
Segala perasaan indah yang dulu kurasa.
Perasaan bahagia yang dulu melewati tiap rongga hidupku.
Harum yang melewati tiap inchi napas panjang ku.
Hangat tubuh yang meresap dalam relung-relung tulang tubuku.
Kau bertanya.
Kau meminta jawabanku.
Relakah aku akan smua ini?.
Diam..
Hanya diam yang dapat kuberikan sebagai pengganti jawaban yang kau minta.
Aku tak dapat berpaling.
Tak dapat juga menatap wajahmu layak menantang kau didepan mukamu.
Aku diam.
Berdiri mematung.
Memikirkan jawaban yang mestinya aku berikan.
Menatap relung hati yang mulai kosong dan hancur.
Tak dapat merasa.
Adil?.
Aku bertanya dalam diri ini.
Apa adil?.
Jika semua yang kupunya direnggut hanya dalam satu sentakan tiupan napasnya.
Masih diam.
Merasakan jariku mulai membeku.
Membentur pikiran-pikiran dalam kepalaku yang bundar dan berambut ini.
Aku masih berpikir.
Ketika kulihat kau mulai bosan menunggu.
Jawaban ku hanya diam.
Diam yang membosankan.
Yang membuat diri ini tak beda dengan kematian.
Termenung menunggu otak ini bekerja.
Aku tahu!.
Segalanya mulai jelas.
Ketika dengan kesal kau tampakan wajah dia yang kucinta.
Yang kau ambil seenaknya.
Hanya karena kekecewaanmu pada yang lain.
Aku marah.
Tapi dalam diam diriku, aku kesal.
Masih dalam diam ini, aku cemberut.
Dalam tangis yang mulai membentuk dipipi wajahku.
Aku berteriak.
Dalam pilu hati yang kosong dan hancur.
Kau masih menunggu jawaban ku.
Diam memperlihatkan wajah kesakitan dia yang kucinta.
Aku mulai pilu.
Hati mulai hancur.
Jiwa ini perlahan runtuh.
Tak dapat membentengi diri dengan ketabahan lagi.
Tak dapat melindungi diri dengan keikhlasan lagi.
Tak dapat membuat wajah ini polos tak bergeming lagi.
Aku mulai menitikan sisa-sisa debu penantian.
Merelakan yang terakhir jatuh untuk dia yang kucinta.
Jika nyatanya yang kulakukan adalah percuma.
Lelah.....
Jika ternyata semua perasaan ini adalah maya.
Lelah.....
Jika akhirnya segalanya tak pernah ada.
Jika tau.. apa bisa?
Merubah jalan hidup yang memang sudah menjadi takdir.
Setelah itu.. apa mungkin?
Membuat segalanya terlihat begitu mudah.
Selain itu.. apa dapat?
Segala rasa yang tercipta tetap ada sampai akhirnya kematian tiba dihadapannya,
dan menjemputnya kembali menghadap yang maha kuasa.
Sebenarnya aku ragu..
Ragu mengiyakan tiap janji yang dia berikan.
Sesungguhnya aku takut..
Takut akan perginya menghancurkan sebagian dari hidupku,
dan merampas sebagian napas yang kumiliki.
Semestinya.. segala rasaku ini..
Tak kurasa jika benar dia tetap akan bersamaku sapai akhir hayatku nanti.
Kau ciptakan dia..
Buat dia istimewa dimataku.
Buat dia indah dalam bayang pikiranku.
Dan kemudian kau rampas sebagai pengganti kekecewaanmu pada yang lain.
Adil...
Adilkah yang kau lakukan ini?.
Kau buat hati ini tersayat sakit.
Kau hancurkan senti demi senti tulang dalam tubuh ini.
Kau renggut hati tak berdosa yang baru saja merasakan cinta.
Adilkah ini?
Kau pikir.. aku rela melihatnya?
Merasakan patahnya dan hancurnya tubuh tak berdayaku.
Merasakan hancurnya hati yang mulai kau renggut dari tubuhku.
Apa bisa?
Kau kembalikan..
Kembalikan semua yang kau rampas dari diriku.
Segala perasaan indah yang dulu kurasa.
Perasaan bahagia yang dulu melewati tiap rongga hidupku.
Harum yang melewati tiap inchi napas panjang ku.
Hangat tubuh yang meresap dalam relung-relung tulang tubuku.
Kau bertanya.
Kau meminta jawabanku.
Relakah aku akan smua ini?.
Diam..
Hanya diam yang dapat kuberikan sebagai pengganti jawaban yang kau minta.
Aku tak dapat berpaling.
Tak dapat juga menatap wajahmu layak menantang kau didepan mukamu.
Aku diam.
Berdiri mematung.
Memikirkan jawaban yang mestinya aku berikan.
Menatap relung hati yang mulai kosong dan hancur.
Tak dapat merasa.
Adil?.
Aku bertanya dalam diri ini.
Apa adil?.
Jika semua yang kupunya direnggut hanya dalam satu sentakan tiupan napasnya.
Masih diam.
Merasakan jariku mulai membeku.
Membentur pikiran-pikiran dalam kepalaku yang bundar dan berambut ini.
Aku masih berpikir.
Ketika kulihat kau mulai bosan menunggu.
Jawaban ku hanya diam.
Diam yang membosankan.
Yang membuat diri ini tak beda dengan kematian.
Termenung menunggu otak ini bekerja.
Aku tahu!.
Segalanya mulai jelas.
Ketika dengan kesal kau tampakan wajah dia yang kucinta.
Yang kau ambil seenaknya.
Hanya karena kekecewaanmu pada yang lain.
Aku marah.
Tapi dalam diam diriku, aku kesal.
Masih dalam diam ini, aku cemberut.
Dalam tangis yang mulai membentuk dipipi wajahku.
Aku berteriak.
Dalam pilu hati yang kosong dan hancur.
Kau masih menunggu jawaban ku.
Diam memperlihatkan wajah kesakitan dia yang kucinta.
Aku mulai pilu.
Hati mulai hancur.
Jiwa ini perlahan runtuh.
Tak dapat membentengi diri dengan ketabahan lagi.
Tak dapat melindungi diri dengan keikhlasan lagi.
Tak dapat membuat wajah ini polos tak bergeming lagi.
Aku mulai menitikan sisa-sisa debu penantian.
Merelakan yang terakhir jatuh untuk dia yang kucinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar