Najwa Shihab adalah salah satu wartawan atau reporter
populer Metro TV yang kemudian menjadi presenter atau pembawa acara Metro TV.
Najwa lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 16 September 1977. Acara yang
dipandu oleh Najwa antara lain menjadi anchor program berita prime time Metro
Hari Ini dan program talk show Today’s Dialogue. Najwa adalah puteri
kedua Quraisy Shihab,
Menteri Agama era Kabinet Pembangunan VII. Nana menikah dengan Ibrahim
Assegaf, dan sudah memiliki satu orang anak laki-laki yang akrab dipanggil Izzat.
Najwa Shihab sendiri akrab dengan panggilan Nana .
Biografi Najwa Shihab
Najwa adalah alumni Fakultas Hukum UI tahun 2000. Semasa SMA ia
terpilih mengikuti program AFS, yang di Indonesia program ini dilaksanakan oleh
Yayasan Bina Antarbudaya, selama satu tahun di Amerika Serikat. Merintis karier
di RCTI, tahun 2001 ia memilih bergabung dengan Metro TV karena stasiun TV itu dinilai lebih
menjawab minat besarnya terhadap dunia jurnalistik.
Penghargaan yang diraih Najwa Shihab
Pada tahun 2005, ia memperoleh penghargaan dari PWI Pusat dan PWI
Jaya untuk lapora-laporannya dari Aceh, saat bencana tsunami melanda kawasan
itu, Desember 2004. Liputan dan laporannya dinilai memberi andil bagi meluasnya
kepedulian dan empati masyarakat luas terhadap tragedi kemanusiaan tersebut.
Najwa tiba di Aceh pada hari-hari pertama bencana, menjadi saksi
mata kedahsyatan musibah itu, berada di tengah tumpukan mayat yang belum
terurus, dan menjadi saksi pula betapa pemerintah tidak siap menghadapinya. Tak heran beberapa
laporan live-nya amat emosional. Meski demikian ia tidak kehilangan daya kritis
dan ketajamannya, kendati orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas
penanganan pasca-bencana adalah Alwi Shihab, Menko Kesra waktu itu, yang tak
lain adalah pamannya. Pakar komunikasi UI, Effendi Ghazali yang terkesan dengan
laporan-laporannya, menyebut fenomena itu sebagai Shihab vs. Shihab.
Tahun 2006 ia terpilih sebagai Jurnalis Terbaik Metro TV,
dan masuk nominasi Pembaca Berita Terbaik Panasonic Awards. Pada tahun yang
sama, bersama sejumlah wartawan dari berbagai negara, Najwa terpilih menjadi
peserta Senior Journalist Seminar yang berlangsung di sejumlah kota di AS, dan
menjadi pembicara pada Konvensi Asian American Journalist Association.
Tahun 2007, pengakuan terhadap profesionalisme Najwa tidak hanya
datang dari dalam negeri, tapi juga manca negara. Terbukti, selain kembali
masuk nominasi Pembaca Berita Terbaik Panasonic Awards, ia juga masuk nominasi
(5 besar) ajang yang lebih bergengsi di tingkat Asia, yaitu Asian Television
Awards untuk kategori Best Current Affairs/Talkshow presenter. Pengumuman
pemenang dilangsungkan bulan November 2007 di Singapura. Jika pada Panasonic
Awards pemenang dipilih dari jumlah sms terbanyak, maka penentuan pemenang pada
Asian TV Awards dilakukan oleh panel juri yang beranggotakan TV broadcaster
senior dari berbagai negara di Asia.
Salah satu acara yang dipandu Najwa Shihab dan cukup membekas di
benak publik, adalah debat kandidat Gubernur DKI Jakarta. Debat yang
mempertemukan pasangan Fauzi Bowo-Priyanto dan Adang Daradjatun-Dani Anwar itu
diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta, disiarkan secara langsung oleh Metro TV
dan Jak TV. Najwa terpilih sebagai pemandu debat menyisihkan sejumlah pembawa acara yang diseleksi KPUD DKI
Jakarta.
Kendati telah memutuskan untuk total di dunia jurnalistik dan TV
broadcast, Najwa terus menerus berupaya memperkuat dan memperkaya wawasan
keilmuannya. Awal 2008 mendatang dia akan terbang ke Australia sebagai peraih
Full Scholarship for Australian Leadership Awards. Ia akan mendalami hukum
media.
Tahun 2010, kembali Najwa Shihab masuk sebagai nominasi
Presenter Berita Terbaik Panasonic Awards. Walaupun pada akhirnya Putra Nababan
lah sebagai pemenangnya.
Tokoh yang pernah diwawancarai Najwa Shihab
Najwa termasuk wartawan yang pertama mewawancarai Presiden
SBY, tidak lama setelah pelantikan. Hampir semua tokoh politk
nasional pernah ia wawancarai. Tokoh manca negara yang pernah ia wawancarai,
antara lain adalah mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Najwa Shihab Raih Young Global Leader Award
Presenter Najwa Shihab dari MetroTV meraih penghargaan Young
Global Leader (YGL) 2011 dari World Economic Forum (WEF) yang berkedudukan
di Geneva, Swiss.
Penghargaan YGL diberikan WEF setiap tahun terhadap para
profesional muda berusia di bawah 40 tahun dari seluruh dunia.
Ribuan kandidat diseleksi secara ketat oleh sebuah Komite
Seleksi yang diketuai Ratu Rania Al Abdullah dari Yordania. Najwa Shihab
terlilih sebagai YGL 2011 setelah Komite Seleksi melakukan penyaringan yang
sangat ketat terhadap ribuan profesional muda di berbagai disiplin ilmu dan
profesi, dari seluruh dunia.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Executive Chairman The
Forum of Young Global Leaders, Klaus Schwab dan Senior Director Head of The
Forum of Young Global Leaders, David Aikman, Najwa Shihab terpilih sebagai YGL
2011 karena pencapaian profesional, komitmen terhadap masyarakat dan
kontribusinya yang potensial dalam membentuk masa depan dunia dengan
kepemimpinannya yang memberi inspirasi terhadap kaum muda lainnya.
Dengan pencapaian itu, Najwa Shihab diundang untuk menjadi
anggota aktif dari The Forum of Young Global Leaders. Forum ini merupakan
jaringan profesional muda pilihan dari seluruh dunia yang diharapkan mampu
memberikan dampak yang signifikan bagi penyelesaian masalah global. Najwa
Shibab bergabung dengan Metro TV sebagai news presenter sejak 2000 dan kini ia
menjadi anchor program Mata Najwa.
Najwa Shihab Tak Berkerudung
TAK SULIT menjumpai Najwa Shihab. Hampir saban hari dia muncul
di stasiun MetroTV.
Selama kariernya di televisi itu, yang paling mengharukan saat Nana, sapaan
karibnya, melaporkan kondisi Aceh pasca-Tsunami akhir Desember lalu. Awal mula
dia memberi laporan, meski tampak tegar tapi akhirnya tak kuasa menahan
linangan air mata. Nana menangis.
Saat bertolak ke Aceh, 27 Desember, Nana berniat menggelar
talkshow Today’s Dialog di sana. Nana, yang juga co-produser program itu,
sebenarnya telah mempersiapkan talkshow lengkap dengan krunya. Tapi, karena
keterbatasan sarana, hari pertama Nana melaporkan hasil liputannya cuma via
telepon. Laporan langsung lewat satelit baru bisa dilakukannya hari kedua.
Turun dari pesawat rombongan wakil presiden di Blang Bintang,
Banda Aceh, Nana belum merasakan atmosfer kematian. Dia mencium bau anyir darah
baru setelah sampai di Lambaro, Aceh Besar. Di daerah inilah dia melaporkan
kondisi yang dia lihat. Mayat-mayat berserakan. Orang yang masih hidup pun
terlihat bingung. Mereka mencari keluarga dan sanak saudara. Nana mengatakan,
belum pernah melihat orang sedemikian putus asa. Saat itulah Nana melakukan
reportase diiringi tangisan.
Di sana Nana hanya lima hari. Tanggal 31, bersama rombongan
wakil presiden dia kembali ke Jakarta. Pekan pertama setelah peristiwa, dia
belum mendengar isu kristenisasi. “Isu kristenisasi setelah saya di sini, waktu
saya di sana tidak terdengar. Memang ada Worldhelp yang konon mengajak
anak-anak keluar Aceh,” ungkap putri kedua Quraish Shihab itu.
Di sana, kata Nana, banyak sekali isu yang berkembang, karena
tak ada komando, tak ada pusat informasi yang jelas. Komunikasi lumpuh. Jadi
orang gampang sekali diprovokasi oleh berbagai isu. Menurut dia, kalau memang
kristenisasi ada itu sangat tercela. Dalam kondisi darurat orang masih sempat
mengurusi agama. “Tapi saya percaya, orang Aceh tidak semudah itu berubah
keyakinan, hanya karena diberi bantuan,” ujarnya.
LIPUTAN lima hari itu tak sia-sia. Berkat liputannya itu, pada 2
Februari 2005 lalu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya memberi penghargaan
PWI Jaya Award. Menurut sekretaris PWI Jaya Akhmad Kusaeni, liputan Nana dan
presenter teve-teve lain betul-betul telah membuat Indonesia menangis.
Bukan hanya PWI Jakarta yang menganugerahi Nana, pada Hari Pers
Nasional (HPN) yang dilangsungkan di Pekanbaru, Riau 9 Februari lalu, Nana
meraih penghargaan HPN Award. PWI pusat menilai, Najwa Shihab adalah wartawan
pertama yang memberi informasi tragedi tsunami secara intensif.
Pujian untuk Nana pun meluncur dari pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendy Gazali. Dia
menyitir judul film drama komedi terkenal Amerika, Kramer Vs Kramer yang
dianalogikannya menjadi “Shihab Vs Shihab”.
Shihab pertama adalah Najwa Shihab, kedua Alwi Shihab,
yang masih punya hubungan saudara dengan Nana. “Najwa mengkritik penanganan
bencana yang dilakukan pemerintah yang diwakili oleh Menko Kesra Alwi Shihab,”
kata Effendy Ghazali. Dalam reportasenya, Najwa menyampaikan bahwa bantuan
terlambat dan tak terkoordinasi, sementara mayat-mayat bergelimpangan tidak
tertangani.
“Shihab Vs Shihab”, kata Effendy, untuk menggambarkan bagaimana
Najwa Shihab sebagai wartawan tetap garang dalam menyuarakan kepentingan publik
dan korban tsunami di Aceh.
WANITA kelahiran 16 september 1977 ini hidup dalam keluarga
religius. Nana kecil, saat di Makasar, sudah masuk TK Al-Quran. Dia masih ingat
betul, kalau melakukan kesalahan, sang guru memukulnya dengan kayu kecil.
Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Hidayah (1984-1990), lalu SMP
Al-Ikhlas, Jeruk Purut, Jakarta Selatan, pada 1990-1993. Aktivitas sampai SMU,
dipimpin ibunya, Nana dengan lima orang saudaranya sejak magrib harus ada di
rumah. “Jadi berjamaah magrib, ngaji Al-Quran, lalu ratib Haddad bersama. Itu
ritual keluarga sampai saya SMU.” Setelah kuliah, karena banyak kegiatan, Nana
baru boleh keluar setelah magrib.
Keluarganya memang sangat memprihatikan faktor pendidikan. “Pendekatan pendidikan di keluarga
tidak pernah dengan cara-cara yang otoriter. Saya rasa itu sangat mempengaruhi,
bagaimana pola didik orang tua ke anak akan mempengaruhi perilaku,” ujarnya.
Pendidikan, bagi keluarga Shihab, adalah nomor wahid, tidak bisa
ditawar-tawar. Dulu waktu kelas dua SMU, Nana dapat kesempatan AFS (America
Field Service), program pertukaran pelajar ke Amerika. Sempat keluarga menolak
karena harus melepas selama setahun anak cewek yang baru usia 16 tahun tinggal
di keluarga asuh. “Sempat terjadi perdebatan keluarga. Waktu itu yang paling
mendukung ayah saya. Apa pun untuk pendidikan akan diperbolehkan, dalam usia
itu pun beliau sudah memberikan kepercayaan, walaupun di sana dia sudah
dibekali agama, mereka percaya shalatnya tidak akan ditinggal. Dan
alhamdulillah saya bisa menjaga kepercayaan itu,” cerita Nana.
Quraish Shihab,
pakar tafsir itu, bagi Nana, adalah sosok bapak yang santai. “Seneng joke-joke
Abu Nawas, ketawa-ketawa,” kisahnya. Jadi beliau, kata Nana, membebaskan
pilihan kepada anak-anaknya untuk sekolah ke mana saja.
Tidak hanya persoalan pendidikan, kebebasan juga diberikan oleh
sang bapak untuk menentukan pasangan hidupnya. “Bahkan saat saya memutuskan
untuk nikah muda, 20 tahun, ayah memberi kepercayaan. Bagi beliau yang penting
kuliah selesai.” Menjelang pernikahan, kata Nana, keluarga sempat ragu, tapi
karena pengalaman kakak yang nikah saat usia 19 tahun akhirnya diizinkan. Tapi
sebelum itu mereka sekeluarga umroh dulu. “Di sana ayah bertanya, ‘udah
mantep?’ saya jawab, ‘udah’. Ya sudah diizinkan,” tutur Nana.
KENDATI dalam keluarga religius, soal pakai jilbab tak menjadi
keharusan. Menurut Nana, kalau orang pakai jilbab itu bagus, kalau tak
berjilbab juga tidak apa-apa. “Saya sih seperti itu dan saya percaya itu.”
Karena memang, kata Nana, alasan ayahnya yang lebih penting
adalah terhormat. Karena bukan berarti yang berjilbab tidak terhormat dan yang
berjilbab sangat terhormat, karena kan masih banyak interpretasi tentang hal
itu. Menurut Nana, yang penting tampil terhormat dan banyak cara untuk
terhormat selain dengan jilbab. “Tidak pernah ada keharusan untuk berjilbab,”
ucapnya.
Dengan cara berpakaian seperti itu, kata Nana, tak pernah ada
yang komplain. “Karena mungkin melihat ayah, kalau ditanya orang pendapatnya
membolehkan, membebaskan berjilbab atau tidak. Jadi banyak alasan dari ayah
saya. Kalau ada yang komplain, paling pas bercanda. Dan saya selalu bilang: ya
insyaallah mudah-mudahan suatu saat. Yang pasti hatinya berjilbab kok.”
Nana kagum pada yang pakai jilbab dan menutup aurat. Dia ingin
juga pakai jilbab, mungkin suatu saat. “Sampai saat ini saya tidak merasa ada
kewajiban atau beban untuk berjilbab,” katanya, “Karena sejauh saya bisa
menjalankan kewajiban saya sebagai muslimah tidak masalah berjilbab atau
tidak.”
Meski kini ada rekan reporter yang mengenakan jilbab, Nana tidak
terpengaruh. Sampai saat ini, dia merasa apa yang dilakukannya sudah berada pada
jalur yang benar. Kalau nanti ada hidayah lebih lanjut, atau kemantapan memakai
jilbab, tanpa ragu Nana akan memakainya. “Apa yang dilakukan orang kan bukan
berarti kita akan terpengaruh. Kalau sekarang ada yang berjilbab kemudian saya
ikut. Menurut saya, rugi kalau berjilbab alasannya itu,” ujarnya.
Pembaca bisa berinteraksi dengan Najwa Shihab via Facebook dan
Twitter
Najwa Shihab
memang reporter yang sering tampil di Metro TV. Kadang Najwa berperforma buruk
dan menuai kritik, tapi secara garis besar, najwa adalah pembawa acara yang
berprestasi dan profesional.